Asal Usul Mitos Burung Perkutut: Tuah Spiritual dalam Budaya Jawa

Mitos burung perkutut dipercaya membawa tuah dan pertanda gaib. Simak sejarah dan makna spiritualnya dalam budaya Jawa.

Burung perkutut telah lama menjadi bagian penting dalam budaya Jawa. Lebih dari sekadar burung peliharaan, perkutut dipandang sebagai simbol spiritualitas, pertanda kehidupan, hingga media komunikasi gaib. Tapi dari mana asal usul semua keyakinan ini bermula?

Burung Perkutut dalam Sejarah Jawa

Dalam catatan sejarah dan naskah kuno Jawa, burung perkutut sering disebut dalam literatur seperti Serat Centhini dan Babad Tanah Jawi. Para raja dan bangsawan zaman dahulu menjadikan perkutut sebagai burung kesayangan karena diyakini memiliki energi halus yang bisa menyatu dengan pemiliknya.

Konon, Raja-raja Mataram seperti Panembahan Senopati dan Sultan Agung memelihara perkutut yang dipercaya membantu mereka menjaga ketenangan batin dan keberuntungan dalam memimpin kerajaan.

Simbol Spiritualitas dan Tuah dalam Budaya Jawa

Kepercayaan bahwa perkutut memiliki tuah berasal dari pandangan bahwa hewan ini mampu menyerap dan memancarkan energi tertentu. Konsep ini selaras dengan ajaran kawaskitan dalam spiritualitas Jawa, yang percaya bahwa semua makhluk hidup memiliki getaran energi (aura).

Burung perkutut diyakini mampu:

  • Menolak gangguan gaib atau energi negatif
  • Memberi pertanda baik atau buruk melalui suara (manggung)
  • Menguatkan aura dan daya tarik pemiliknya

Katuranggan: Ilmu Membedakan Tuah Perkutut

Salah satu kepercayaan yang paling dikenal adalah katuranggan—ilmu membaca ciri fisik dan suara burung perkutut untuk mengetahui tuahnya. Dari katuranggan ini, muncul nama-nama jenis seperti:

  • Songgo Ratu — dipercaya membawa aura kepemimpinan
  • Udan Mas — diyakini mendatangkan rezeki dan kelancaran usaha
  • Buntel Mayit — dianggap sebagai pertanda kematian atau musibah

Setiap jenis memiliki makna dan energi yang hanya akan "berjodoh" dengan pemilik tertentu, tergantung pada kecocokan batin dan energi.

Perkutut Sebagai Penghubung Dunia Kasat dan Tak Kasat Mata

Dalam kepercayaan tradisional Jawa, burung dipercaya sebagai penghubung antara dunia manusia dan alam gaib. Suara perkutut kadang dianggap sebagai isyarat dari leluhur atau makhluk halus yang ingin menyampaikan pesan.

Misalnya, jika perkutut manggung di waktu tidak biasa seperti tengah malam atau menjelang bencana, itu dianggap sebagai peringatan spiritual.

Perkutut dan Tradisi Leluhur Jawa

Burung perkutut juga berperan dalam sejumlah ritual dan tradisi, seperti:

  • Selamatan rumah baru — sangkar perkutut digantung di teras untuk penjagaan gaib
  • Tirakat dan puasa mutih — dilakukan untuk menyelaraskan energi antara pemilik dan burung

Hal ini menunjukkan bahwa merawat perkutut bukan hanya soal hobi, tetapi juga bagian dari perjalanan spiritual dan etika budaya Jawa.

Apakah Semua Ini Hanya Mitos?

Bagi sebagian kalangan modern, kepercayaan ini mungkin terdengar seperti mitos atau takhayul. Namun bagi masyarakat Jawa tradisional, ini adalah bagian dari identitas budaya dan cara memahami hidup secara spiritual.

Dalam masyarakat agraris, simbol-simbol alam seperti burung, angin, dan suara sangat dihargai dan dijadikan petunjuk dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan

Mitos burung perkutut tidak lahir tiba-tiba, melainkan berkembang dari pengalaman kolektif masyarakat Jawa selama berabad-abad. Ia membentuk sistem nilai, spiritualitas, dan filosofi hidup yang masih diwariskan hingga kini.

Memahami asal usul Mitos Perkutut membantu kita lebih menghargai warisan budaya nenek moyang, meski tidak harus sepenuhnya mempercayainya.

Mitos burung ini sudah dikenal sejak masa kerajaan Jawa. Untuk mengetahui jenis yang dipercaya bertuah, baca juga Perkutut Bertuah, dan temukan sisi gaibnya di Mitos Gaib Burung Perkutut.

Blog ini saya buat sebagai ruang untuk menyalurkan ide dan informasi yang saya pelajari, dengan harapan bisa menjadi referensi atau inspirasi bagi pembaca. Terima kasih atas kunjungannya!

Post a Comment